Duniaku, Blogku

Terkadang aku menyaksikan dunia bergerak seperti gerak lambat, dan aku bersumpah setiap hal kecil hanyalah rahasia yang tak seorang pun dengarkan. Orang-orang berlalu seakan mereka mengakui kekacauan mereka, tetapi aku melihat retakan pada baju zirah mereka, bencana-bencana kecil yang mereka sembunyikan di balik senyum yang dipaksakan. Aku menyesap kopiku, atau mungkin teh, atau mungkin tak minum apa pun, dan aku berpikir betapa lucunya kita semua berpura-pura memegang kendali padahal hidup terus menjatuhkan badai pada kita seolah-olah bosan.

Aku mengumpulkan absurditas-absurditas kecil—cara lampu jalan berkedip, merpati berebut remah roti, cara tawa seseorang terdengar seperti akan pecah—tetapi aku tak banyak bicara, aku membiarkannya tertumpuk di dalam, galeri hening berisi momen-momen yang tak seorang pun minta untuk dilihat. Terkadang aku menuliskannya di sini, terkadang aku membiarkannya begitu saja, menunggu seseorang yang cukup sabar untuk menyadarinya. Dan mungkin suatu hari nanti, kekacauan di balik ketenanganku akan mengintip... tetapi untuk saat ini, inilah aku, si pengamat yang pendiam, yang terlalu banyak memperhatikan, dan tetap tersenyum.




Aku suka duduk di tempat sudut-sudut dunia kabut, tempat lampu-lampu kota tak sepenuhnya menjangkau, dan hanya memperhatikan. Orang-orang mengira yang pendiam tak menyadari, tapi kita melihat semuanya—senyum yang tak sampai ke mata, ketukan jari yang gugup, bagaimana bayangan seseorang bertahan lebih lama dari seharusnya. Aku mengoleksi momen-momen kecil yang tak terekspresikan itu seperti suvenir, museum pribadi berisi segala hal yang terlalu halus untuk didengar dunia yang bising. Dan ya, mungkin sepi, mungkin mendebarkan—aku tetap menyukainya. Ada keindahan dalam mengetahui kekacauan ada di luar sana, berputar-putar, dan aku hanya... melayang di atasnya, menyeringai pelan pada kekacauan yang tak diakui siapa pun.

Hidup itu konyol. Bukan dalam arti "haha lucu", lebih seperti "lihat kami tersandung dalam kekacauan ini seolah tahu apa yang kami lakukan". Saya menyadari absurditasnya—merpati berkelahi di jalanan, noda kopi yang membentuk karya seni yang hanya bisa dinikmati oleh orang paranoid, cara orang-orang bersikeras meneriakkan kebahagiaan seolah-olah kebahagiaan itu akan melekat jika diucapkan dengan cukup keras. Saya mengoleksi momen-momen kecil ini seperti kartu Pokémon, tetapi alih-alih monster-monster lucu, momen-momen ini adalah bukti tragis dan lucu bahwa semua orang hampir tidak bisa bertahan. Dan terkadang, saya menuliskannya di sini, karena mungkin orang lain juga menyaksikan dunia bergoyang dan berpikir, ya. Akhirnya, ya, saya juga melihatnya.

Ada sensasi tersendiri dalam hal-hal yang tak disadari siapa pun. Secercah cahaya lampud jalan, bagaimana bayangan membentang terlalu jauh di trotoar yang retak, bisikan samar pikiran seseorang yang tercekat di tengah napas. Aku mengikuti anomali-anomali kecil itu, dalam diam, seperti kucing yang mengintai rasa ingin tahu, mengumpulkan kisah-kisah tak kasat mata yang tak diminta siapa pun. Aku tak berteriak tentangnya, aku tak berbagi badai kekacauanku... belum. Untuk saat ini, aku duduk di latar belakang, tersenyum pada absurditas itu, membiarkannya menumpuk di dalam diriku, ketegangan yang tenang dan nikmat yang hanya akan dirasakan oleh orang yang sabar. Dan mungkin, mungkin saja, dunia akan berbalik ke arah yang benar, dan seseorang akan menyadari badai yang bersembunyi di balik ketenanganku.

Comments

Popular posts from this blog

Etika Pergaulan dengan Teman Sebaya